Laman

my blog

Lisna Aswida

Sabtu, 05 Mei 2012


BBM, EKSPEKTASI INFLASI, DAN KESEJAHTERAAN PETANI

BAB I
PENDAHULUAN
1.      LATAR BELAKANG
Permasalahaan yang dihadapi ekonomi dunia dewasa ini semakin pelik. Melambatnya pertumbuhan ekonomi global sebagai dampak peningkatan harga komonitas dunia terutama harga minyak dan pangan, diperparah lagi dengan krisis keuangan hebat yang melanda Amerika Serikat yang mengakibatkan luluhnya industry keuangan global. Krisis ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan inflasi dibeberapa negara, yang akan diikuti oleh kenaikan suku bunga, dan gejolak nilai tukar.
Mengingat sistem keuangan suatu negara tidak dapat berdiri sendiri, melainkan saling terkait dan terintegrasi dengan sistem keuangan dinegara lain secara global, maka guncangan dunia keuangan global ini akan menjadi batu ujian pada kekuatan perekonomian nasional kedepan.

2.      TUJUAN
Dari judul di atas kita akan mengalisis tentang artikel Bustanul Arifin yang berjudul “BBM, Ekspektasi Inflasi, dan Kesejahteraan Petani” dan untuk memenuhi tugas Aspek Hukum Dalam Ekonomi.

BAB II
PEMBAHASAN
1.      ARTIKEL BUSTANUL ARIFIN
Sebagaimana diketahui, harga eceran bahan bakar minyak bersubsidi di dalam negeri tidak jadi naik pada awal April ini. Pemerintah bersama parlemen telah menyetujui besaran baru Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun 2012 dengan defisit Rp 190 triliun (2,23 persen) jika kelak harga BBM jadi dinaikkan sebesar Rp 1.500 per liter.
Keputusan politik yang diambil pada Jumat dini hari itu akhirnya memberikan diskresi kepada pemerintah untuk menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi apabila harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia crude oil price/ICP) mengalami perubahan lebih dari 15 persen dalam kurun waktu enam bulan. Dengan posisi harga ICP yang telah melampaui 120 dollar AS per barrel, pemerintah mungkin akan menaikkan harga BBM menjadi Rp 6.000 per liter pada Oktober 2012 jika harga ICP tetap bertahan tinggi.
Di satu sisi, masyarakat mungkin dapat terhibur dengan keputusan politik tersebut walaupun harga kebutuhan pokok sudah berangsur naik. Namun, di sisi lain keputusan yang sebenarnya meningkatkan ekspektasi inflasi (expected inflation) justru dapat memicu inflasi yang sebenarnya. Banyak analis memperkirakan laju inflasi bulan Maret akan berada di atas 0,1 persen walaupun musim panen padi telah dimulai. Laju inflasi tahunan 2012 ini akan berada di atas 5 persen, apalagi jika harga BBM kelak jadi dinaikkan.
Telah banyak bukti teoretis dan empiris bahwa ekspektasi yang lebih tinggi akan memengaruhi tingkah laku ekonomi yang menimbulkan tambahan-tambahan biaya baru. Dengan perkiraan inflasi naik, yang juga berarti menurunnya daya beli, masyarakat cenderung menanamkan modal pada investasi jangka panjang, seperti tanah dan properti. Perkiraan inflasi ini pun akan memperumit pengendalian harga, terutama pangan pokok, karena psikologi pasar sudah telanjur memiliki gambaran tidak stabil atau negatif.
Pengalaman empiris pada 2011 juga menunjukkan bahwa harga pangan dan kebutuhan pokok lain melonjak tinggi pada Juni-Agustus, terutama karena ekspektasi inflasi menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri. Sepanjang Juli 2011 itu, harga beras kualitas murah sampai sedang telah naik melampaui 10 persen karena ekspektasi pedagang dan konsumen terhadap kenaikan harga yang akan terjadi. Pada 2012 ini, laju inflasi diperkirakan naik juga pada rentang musim kemarau tersebut karena panen padi telah selesai. Hanya sejumlah kecil petani yang mampu melakukan penyimpanan untuk keperluan pada musim paceklik.
Pada Senin ini, Badan Pusat Statistik akan mengumumkan laju inflasi bulan Februari, angka ramalan pertama produksi padi tahun 2012, dan beberapa statistik penting lainnya. Sekitar 65 persen dari produksi padi di Indonesia dihasilkan pada periode panen raya Maret-April ini dan 35 persen sisanya pada panen gadu September-Oktober. Apabila produksi gabah kering giling mampu lebih tinggi dari 65 juta ton, akan tebersit harapan baru untuk mencapai target ambisius surplus beras 10 juta ton. Demikian pula sebaliknya, apabila panen raya sekarang ini tidak menunjukkan kinerja yang spektakuler, harapan untuk meningkatkan kesejahteraan petani tampak masih jauh dari kenyataan.
Dampak kesejahteraan petani
Kalangan awam pun paham bahwa ekspektasi laju inflasi, apalagi jika disertai kenaikan harga BBM, akan menambah biaya pengeluaran masyarakat, tidak terkecuali petani. Ukuran yang paling kasar seperti nilai tukar petani pun telah menunjukkan kecenderungan memburuknya kesejahteraan petani. Nilai tukar petani kumulatif pada Februari 2012 tercatat 105,1 (turun 0,60 persen) dengan gambaran tidak baik diderita petani padi (turun 1,02 persen), nelayan (turun 0,39 persen), dan petani hortikultura (turun 0,23 persen).
Persoalan klasik di lapangan belum dapat ditanggulangi, seperti kenaikan harga faktor produksi pertanian, yaitu pupuk, pestisida, upah buruh, sewa lahan, dan lain-lain, karena akses yang tidak terlalu baik. Apalagi, dengan drama wacana kenaikan harga BBM satu-dua bulan terakhir, petani dan nelayan semakin sulit memperoleh bahan bakar sekadar untuk menyambung hidup karena spekulasi dan penimbunan yang marak terjadi. Tidak terlalu aneh walaupun laju inflasi nasional pada Februari 2012 tercatat 0,05 persen, laju inflasi di daerah pedesaan justru menembus 0,46 persen karena semua indeks kelompok pengeluaran naik.
Tidak perlu disebut lagi bahwa penguasaan lahan petani Indonesia sangat tidak merata karena sebanyak 53 persen dari 17,8 juta rumah tangga petani padi-palawija hanya menguasai lahan 0,5 hektar atau kurang. Petani skala kecil ini benar-benar menjadi salah satu kelompok yang sangat rentan terhadap perubahan pengeluaran, apalagi jika harus menanggung tambahan beban kenaikan harga BBM yang berwujud dari biaya transportasi, biaya produksi, sampai pada kebutuhan sehari-hari.
Demikian pula dari 30 juta (12,5 persen) masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan, sekitar 19 juta di antaranya adalah penduduk pedesaan. Lebih memiriskan lagi, lebih dari 76 persen dari kelompok miskin ini sangat rentan terhadap kenaikan harga pangan, terutama beras. Artinya, peluang terjadinya kemiskinan baru sangat besar apabila masyarakat kecil ini memiliki ekspektasi laju inflasi yang cukup besar, terutama dari sektor pangan. Pengalaman kenaikan harga BBM tahun 2005 yang melonjakkan angka kemiskinan baru sampai 3 juta orang seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah agar mempersiapkan penanganan dampak yang demikian masif.
Rencana strategi kompensasi dengan bantuan langsung sementara masyarakat sebesar Rp 150.000 per bulan mungkin menjadi hiburan secara politik, tetapi sangat jauh untuk menanggulangi dampak kesejahteraan yang ditimbulkannya. Artinya, pemerintah masih memiliki waktu yang cukup untuk secara serius menyempurnakan skema perlindungan yang memadai bagi petani, nelayan, dan kelompok miskin lain.
Demikian pula Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2012 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah mungkin menjadi panduan secara administratif bagi Perum Bulog. Namun, tingkat kesejahteraan petani bukan persoalan administrasi belaka, melainkan persoalan hidup riil yang memerlukan langkah pemihakan dan perhatian yang memadai. Di sinilah sebenarnya harapan petani dan masyarakat banyak kepada penyelenggara negara di Indonesia.
Bustanul Arifin Guru Besar Universitas Lampung, Professorial Fellow InterCAFE dan MB-IPB

2.      ANALISIS DARI ARTIKEL DI ATAS :

Dari artikel di atas bahwa kenakan BBM akan berpengaruh terhadap inflasi, yang menyebabkan kenaikan harga bahan pokok maupun yang lainnya. Hal ini menyebabkan kesejahteraan petani semakin susah kita gapai. Di karenakan harga bahan untuk bertani sepeti pestisida, pupuk, dll mengalami kenaikan. Harga pasar pun menjadi tidak stabil. Pemerintah harus menangi masalah ini lebih lanjut karena tidak hanya para petani tetapi masyarakat Indonesia ikut merasakan hal ini. Hal ini juga berpengaruh terhadap upah buruh, dimana para buruh ingin sejahtera tetapi dengan hal ini bias tertunda.

BAB III
PENUTUP

Dapat kita simpulkan bahwa terjadinya kenaikan BBM akan berpengaruh terhadap inflasi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia sendiri. Hal ini seharusnya lebih di pehatikan oleh pemerintah. Karena menimbulkan dampak yang sangat besar terhadap Indonesia sendiri.

REFERENSI :

NAMA           : LISNA ASWIDA
KELAS          : 2 EB 19
NPM               : 24210048

Tidak ada komentar:

Posting Komentar