MENGAJAK PETANI
UNTUK MANDIRI
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Petani
adalah seseorang yang bergerak di bidang bisnis pertanian utamanya dengan cara
melakukan pengelolaan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memelihara
tanaman (seperti padi, bunga, buah dan lain lain), dengan harapan untuk
memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk digunakan sendiri ataupun
menjualnya kepada orang lain. Mereka juga dapat menyediakan bahan mentah bagi industri,
seperti serealia untuk minuman beralkohol, buah untuk jus, dan wol atau flax
untuk penenunan dan pembuatan pakaian.
Dalam
negara berkembang atau budaya pra-industri, kebanyakan petani melakukan
agrikultur subsistence yang sederhana - sebuah pertanian organik sederhana
dengan penanaman bergilir yang sederhana pula atau teknik lainnya untuk
memaksimumkan hasil, menggunakan benih yang diselamatkan yang "asli"
dari ecoregion.
Dalam
hal ini petani di Indonesia kesejahteraannya masih sangat jauh, oleh karena hal
ini mari kita mengajak para petani untuk mandiri agar kesejahteraan itu dapat
kita gapai bersama.
BAB II
PEMASALAHAN
1.
UU
NO. 3 TAHUN 2002
Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara
Menimbang :
a. bahwa
pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa
Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa
pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara yang merupakan
usaha untuk mewujudkan satu kesatuan pertahanan negara guna mencapai tujuan
nasional, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial;
c. bahwa
dalam penyelenggaraan pertahanan negara setiap warga negara mempunyai hak dan
kewajiban untuk ikut serta dalam upaya pembelaan negara sebagai pencerminan
kehidupan kebangsaan yang menjamin hak-hak warga negara untuk hidup setara,
adil, aman, damai, dan sejahtera;
d. bahwa
usaha pertahanan negara dilaksanakan dengan membangun, memelihara,
mengembangkan, dan menggunakan kekuatan pertahanan negara berdasarkan
prinsip-prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan umum, lingkungan
hidup, ketentuan hukum nasional, hukum internasional dan kebiasaan
internasional, serta prinsip hidup berdampingan secara damai;
e. bahwa
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan
Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan
Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor
3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3368) tidak sesuai lagi dengan perkembangan
ketatanegaraan Republik Indonesia dan perubahan kelembagaan Tentara Nasional
Indonesia yang didorong oleh perkembangan kesadaran hukum yang hidup dalam
masyarakat sehingga Undang-Undang tersebut perlu diganti;
f. bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, d, dan e
perlu dibentuk Undang-Undang tentang Pertahanan Negara;
Mengingat :
1) Pasal
5 ayat (1), Pasal 10, Pasal 11, Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 27 ayat
(3), dan Pasal 30 Undang-Undang Dasar 1945;
2) Ketetapan
MPR-RI Nomor: VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Ketetapan MPR-RI Nomor: VII/MPR/2000
tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik
Indonesia;
2.
PETANI
HARUS SEJAHTERA
Sampai
saat ini, sektor pertanian menjadi tumpuan penyerapan tenaga kerja. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa seluruh kabupaten di Jawa Timur memiliki serapan
tenaga kerja di sektor pertanian melebihi 50% kecuali perkotaan. Keadaan ini
menunjukkan betapa pentingnya membangun pertanian dan meningkatkan pengetahuan
dan ketrampilan petani.
Bagian
dari peningkatan pengetahuan dan ketrampilan petani adalah memoles pengetahuan
dan bakat kewirausahaan petani agar dapat memiliki kreasi-kreasi yang lebih
banyak dalam menjalankan bisnis pertanian, baik produk maupun komoditi. “Untuk
produk merupakan hasil dari proses, sedangkan komoditi lebih dicari orang
karena dapat dikomersilkan dan bisa mendunia,” ungkap Ir. Rahayu Relawati,
M.M., dosen Agribisnis.
Ketidakcocokan
perilaku petani dalam situasi membangun antara lain adalah nilai hakekat hidup
sebagian petani yang menganggap hidup hanya untuk mencari makan, nilai hakekat
waktu yang menganggap bahwa hidup hanya hari ini. Mereka hanya berpikir jalani
hidup setiap hari, jangan berpikir zaman yang kita masih ada atau tidak.
Persepsi
terhadap nilai uang yang salah karena menganggap uang adalah sumber masalah,
dan masih banyak lagi kesalahan-kesalahan keyakinan pada peristiwa-peristiwa
yang berhubungan dengan kerja keras. Akibat dari kekeliruan anutan nilai dan
keyakinan menyebabkan kurangnya semangat bekerja keras dan bekerja cerdas yang
berorientasi pada kesejahteraan masa depan.
Mengubah
nilai-nilai yang dianut membutuhkan waktu, namun jika tidak pernah dimulai maka
tidak aka nada kemungkinan untuk berubah. Untuk itu diperlukan usaha sadar dan
terencana dengan baik untuk melaksanakan pencerahan agar para petani terus
bergerak ke arah yang lebih mensejahterakan.
Program
pendidikan dan pelatihan pada petani tidak hanya menyinggung masalah kultur
teknis pertanian tetapi juga menyangkut sikap dan mental individu petani. Salah
satu program yang telah dilakukan adalah gabungan kelompok tani (Gapoktan).
“Selain gapoktan, kita juga memberikan penegasan tentang wirausaha ketika
berbincang-bincang melalui stakeholder yang bisa membina petani,” katanya.
3.
MENGAJAK
MANDIRI PETANI LEWAT KOPERASI
BERANGKAT
dari mimpi untuk mandiri, para petani kentang di Dataran Tinggi Dieng pun
memunculkan gagasan ekonomi kerakyatan. Dan, kini, mimpi itu terwujud. Ya,
kini, mereka memiliki lembaga perbankan yang kuat berupa koperasi peduli
masyarakat atau kopmas. Koperasi beranggota ribuan orang petani itu memiliki
kekayaan miliaran rupiah.
Padahal,
kali pertama menghimpun dana mereka hanya mampu mengumpulkan modal awal Rp 15
juta dari iuran. Sumekto Hendro Kustanto (46) adalah orang paling berpengaruh
dan menjadi pemrakarsa pendirian koperasi itu. Dia merangkul seluruh kepala
desa di Kecamatan Kejajar untuk bersatu dengan tujuan sama: memandirikan
petani. Dia menuturkan gagasan mendirikan koperasi muncul pertengahan 2003. Ya,
pegawai negeri sipil di Kejajar itu memiliki ide-ide yang acap tergolong liar
dan tak kenal batas. ’’Sekarang koperasi itu sudah berkembang.
Saya
sangat bersyukur,’’katanya. Dia menyatakan pengembangan koperasi berbasis
petani di Wonosobo salah satu solusi tepat. Sebab, pelaku usaha daerah Dieng
didominasi para petani sehingga tak sepantasnya petani hanya menjadi objek
perbankan dan tak bisa menjadi penggerak. Usai membentuk koperasi, dia
mengumpulkan para pemangku kebijakan. Pelatihan manajemen pengelolaan koperasi,
pembukuan keuangan, dan strategi penyelenggaraan koperasi serba-usaha mandiri
merupakan langkah awal untuk mewujudkan koperasi berbasis petani itu.
’’Orang-orang yang dulu jadi pengurus progam PNPM Mandiri desa keluar,’’ ujar
dia.
Optimistis
Waktu itu, Sumekto optimistis banyak sumber daya manusia di sekitar Dieng yang
mampu mengelola koperasi. Sebagian di antara mereka adalah sarjana ekonomi,
juragan kentang, dan perangkat desa yang rata-rata mempunyai lahan pertanian.
Model transaksi di koperasi ini, kata dia, berlandaskan kepercayaan. Artinya,
petani yang meminjam uang tak perlu menggunakan agunan atau jaminan seperti di
bank. Untuk menggalang dana koperasi, setiap anggota menanamkan modal
bervariasi antara Rp 1 juta dan tak terbatas. Para dermawan dan juragan kentang
yang mapan diperbolehkan investasi dengan sistem bagi hasil yang jelas. Tak
kalah menarik adalah model penagihan utang bagi nasabah yang ngemplang. Karena
bermodal kepercayaan, mereka tak pernah menggunakan jasa penagih utang. Jika
ada yang menunggak akan dikunjungi para petani lain ke rumah. ’’Cara itu cukup
efektif karena para petani malu ditagih berombongan.’’ Sumekto menyadari betul
langkah itu sangat menantang.
Namun
dia yakin para petani harus diajak berkembang agar mandiri. Sebab, tidak
selamanya pemerintah menggelontorkan progam bantuan ke kelompok tani. Manfaat
lain dari koperasi berbasis petani adalah bisa mendapat modal, pelatihan, dan
pegelolaan manajemen usaha. Setiap kali ada kesempatan, Sumekto menengok
koperasi beranggota lebih dari 4.000 orang dengan omzet sekitar Rp 3 miliar
itu. Kali Pertama Tak hanya soal penyediaan dana, koperasi juga menyediakan
akses bagi petani yang butuh pupuk dan keperluan pertanian. Akhir 2011,
koperasi itu menggandeng Bank Bukopin untuk perluasan akses pasar.
Salah
satu bank nasional itu menjual hasil panen petani dengan harga terjaga.
Tafrihan, pengurus koperasi, mengemukakan pengembangan koperasi berbasis petani
baru kali pertama di Wonosobo. Langkah itu diyakini bakal berhasil karena di
Wonosobo mayoritas pelaku usaha dari kalangan petani. Dia menuturkan prospek
koperasi yang digagas Sumekto dan kawankawan bisa diterapkan di tingkat desa
dalam bentuk berbeda dari konsep koperasi petani selama ini. Sejauh ini setelah
mendapat pelatihan, para petani akan mengikuti rangkaian studi banding di dua
daerah dengan manajemen usaha yang baik, yakni Jepara dan Kudus. Para petani
juga mendapatkan akses permodalan dan jaminan pasar hasil panen. Gedung
koperasi itu cukup mewah dengan interior modern. Koperasi yang berdiri 19
September 2003 itu dibuatkan akta pendirian 9 Juli 2009. Setiap pagi di halaman
gedung koperasi di Jalan Dieng Km 17 Gataksari, Desa Serang, Kejajar, ramai
nasabah. Mereka mayoritas orangorang desa.
Siang
hari petani yang baru pulang dari ladang mampir untuk mengurus pencairan dana
atau menabung. Saat berbincang-bincang di rumahnya di Bukit Madukoro, Desa
Bomerto, di bawah kaki Gunung Sindoro, Sumekto terlihat santai. Sambil mengisap
rokok dan minum teh hangat, dia menyatakan bersyukur dan selalu berdoa untuk
kelancaran koperasi agar petani tetap mandiri. Petani Dieng, kata dia, mampu
mengendalikan harga hasil panen, tanpa campur tangan pemodal dari luar daerah.
Karena itulah dia sungkan disebut pemrakarsa koperasi trersebut, meski saat ini
dia didaulat jadi pembina. (Edy Purnomo-51) (/)
BAB
III
PENUTUP
Dapat
kita simpulkan bahwa para petani dapat menggapai sejahtera dengan kegigihan dan
usaha kita dalam membantu para petani. Kita dapat membantu para petani dengan
cara memberkan penyuluhan-penyuluhan yang sangat bermanfaat bagi mereka,
seperti : berwirausaha, ataupun mengikuti program operasi, dll. Kaena sector pertanian
menyerap tenaga kerja yang begitu besar, maka hal ini sangat penting bagi
perekonomian bangsa kita ini.
REFERENSI
:
NAMA : LISNA ASWIDA
KELAS : 2 EB19
NPM : 24210048
Tidak ada komentar:
Posting Komentar