PERILAKU ETIKA DALAM BISNIS
NAMA :
LISNA ASWIDA
KELAS :
4EB19
NPM :
24210048
1.
Lingkungan
bisnis yang mempengaruhi Perilaku Etika
Bisnis
melibatkan hubungan ekonomi dengan banyak kelompok orang yang dikenal sebagai
stakeholders, yaitu: pelanggan, tenaga kerja, stockholders, suppliers, pesaing,
pemerintah dan komunitas. Oleh karena itu para pebisnis harus mempertimbangkan
semua bagian dari stakeholders dan bukan hanya stockholdernya saja. Pelanggan,
penyalur, pesaing, tenaga kerja dan bahkan pemegang saham adalah pihak yang
sering berperan untuk keberhasilan dalam berbisnis. Lingkungan bisnis yang
mempengaruhi etika adalah lingkungan makro dan lingkungan mikro. Lingkungan
makro yang dapat mempengaruhi kebiasaan yang tidak etis yaitu bribery,
coercion, deception, theft, unfair dan discrimination. Maka dari itu dalam
perspektif mikro, bisnis harus percaya bahwa dalam berhubungan dengan supplier
atau vendor, pelanggan dan tenaga kerja atau karyawan.
2.
Kesaling-tergantungan
Adalah Bisnis dan Masyarakat
Alam
telah mengajarkan kebijaksanaan tentang betapa hubungan yang harmonis dan
kesalingtergantungan itu amatlah penting. Bumi tempat kita berpijak, masih
setia bekerja sama dan berkolaborasi dalam tim dan secara tim dengan
planet-planet lain, namun penghuninya kebanyakan telah berjalan
sendiri-sendiri. Manusia yang konon khalifah dibumi, merasa sudah tidak
membutuhkan manusia lainnya. Bukanlah saling ketergantungan yang dibina,
melainkan ketergantungan yang terus diusung.
Kesaling-tergantungan
bekerja didasarkan pada relasi kesetaraan, egalitarianisme. Manusia bekerja
sama, bergotong-royong dengan sesamanya memegang prinsip kesetaraan. Tidak akan
tercipta sebuah gotong-royong jika manusia terlalu percaya kepada keunggulan
diri dibanding yang lain, entah itu keunggulan ras, agama, suku, ekonomi dan
sebagainya.
3.
Kepedulian
pelaku bisnis terhadap etika
Pelaku
bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam
bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk
menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus
menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan
excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan
sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa
dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal
pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.
4.
Perkembangan
Etika Bisnis
Berikut
perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
a) Situasi
Dahulu
Pada awal sejarah
filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki
bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan
membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
b) Masa
Peralihan: tahun 1960-an
Ditandai pemberontakan
terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di
ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini
memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan
menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society.
Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
c) Etika
Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
Sejumlah filsuf mulai
terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika
bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang
meliputi dunia bisnis di AS.
d) Etika
Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
Di Eropa Barat, etika
bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat
forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang
disebut European Business Ethics Network (EBEN).
e) Etika
Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
Tidak terbatas lagi
pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah
didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE)
pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
5.
Etika
bisnis dan Akuntan
Profesi akuntan publik menghasilkan
berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa atestasi, dan jasa
nonassurance.
1) Jasa
assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi
bagi pengambil keputusan.
2) Jasa
atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen
dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang
material, dengan kriteria yang telah ditetapkan. Jasa atestasi terdiri dari
audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed
upon procedure).
3) Jasa
nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya
ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau
bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi
akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.
Profesi
akuntan publik bertanggung jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan
keuangan perusahaan-perusahaan, sehingga “masyarakat keuangan” memperoleh
informasi keuangan yang handal sebagai dasar untuk memutuskan alokasi
sumber-sumber ekonomi.
Dalam
menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain
adalah:
a. Pengendalian
diri
b. Pengembangan
tanggung jawab social (social responsibility)
c. Mempertahankan
jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan
informasi dan teknologi
d. Menciptakan
persaingan yang sehat
e. Menerapkan
konsep “pembangunan berkelanjutan”
f. Menghindari
sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
g. Mampu
menyatakan yang benar itu benar
h. Menumbuhkan
sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke
bawah
i.
Konsekuen dan konsisten dengan aturan
main yang telah disepakati bersama
j.
Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa
memiliki terhadap apa yang telah disepakati
k. Perlu
adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang
berupa peraturan perundang-undangan
Ada
3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika yaitu
1) Sistematik
Masalah-masalah
sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai
sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis
beroperasi.
2) Korporasi
Permasalahan korporasi
dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam
perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang
moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan
individual sebagai keseluruhan.
3) Individu
Permasalahan individual
dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu
dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan,
tindakan dan karakter individual.
REFERENSI
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar