PERLINDUNGAN KONSUMEN
1.
PENGERTIAN
KONSUMEN
Pengertian
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Menurut
pengertian Pasal 1 angka 2 UU PK, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.”
Lebih
lanjut, di ilmu ekonomi ada dua jenis konumen, yakni konsumen antara dan
konsumen akhir. Konsumen antara adalah distributor, agen dan pengecer. Mereka
membeli barang bukan untuk dipakai, melainkan untuk diperdagangkan Sedangkan
pengguna barang adalah konsumen akhir.
Yang
dimaksud di dalam UU PK sebagai konsumen adalah konsumen akhir. Karena konsumen
akhir memperoleh barang dan/atau jasa bukan untuk dijual kembali, melainkan
untuk digunakan, baik bagi kepentingan dirinya sendiri, keluarga, orang lain
dan makhluk hidup lain.
2.
ASAS
DAN TUJUAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Sebelumnya
telah disebutkan bahwa tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan
konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan
kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan
perlindungan konsumen adalah:
a. Meningkatkan
kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
b. Mengangkat
harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif
pemakaian barang dan/atau jasa
c. Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya
sebagai konsumen
d. Menciptakan
sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
e. Menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
f. Meningkatkan
kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang
dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
Sedangkan
asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 2 UU PK adalah:
1)
ASAS
MANFAAT
Asas
ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang
sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak
ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua
belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
2)
ASAS
KEADILAN
Penerapan
asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan
kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan
pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara
seimbang.
3)
ASAS
KESEIMBANGAN
Melalui
penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta
pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih
dilindungi.
4)
ASAS
KEAMANAN DAN KESELAMATAN KONSUMEN
Diharapkan
penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen
dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
dikonsumsi atau digunakan.
5)
ASAS
KEPASTIAN HUKUM
Dimaksudkan
agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian
hukum
3.
HAK
DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA
A.
HAK
KONSUMEN
1)
Mendapatkan kenyamanan, keamanan
dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan atau jasa yang anda beli.
2)
Diperbolehkan memilih barang atau
jasa yang akan anda beli , dan barang
tersebut harus sesuai dengan yang telah diperjanjikan, serta anda bayarkan.
3)
Mendapatkan iformasi yang jelas dan
jujur mengenai kondisi barang, dan jaminan barang dan atau jasa tersebut.
4)
Melakukan pegaduan , keluhan
tentang apa yang telah anda beli, pertama kepada pelaku usahanya, dan apabila
pelaku usaha tidak mempunyai etikat baik untuk menanggapi keluhan anda, anda
dapat melakukan pengaduan kepada Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat ( LPKSM ) , maupun ke Badan Peyelesaian Sengketa Konsumen ( BPSK ).
5)
Mendapat perlidungan dan upaya
penyelesaian sengketa secara patut, apabila anda melakukan pengaduan tetang
barang/atau jasa yang anda beli.
6)
Dilayani secara benar dan jujur
serta tidak membeda-bedakan antara satu konsumen dengan konsumen lainnya.
7)
Medapatkan ganti rugi atau
penggantian apabila barang/jasa yang anda terima tidak sesuai dengan yang telah
dijanjikan.
B.
KEWAJIBAN
KONSUMEN
1) Membaca
atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
barang/jasa yang anda beli demi keamanan dan keselamatan. Tanyakan apakah
barang yang anda beli memiliki petunjuk pemakaiannya. Hindari untuk membeliu
barang terutama elektronik yang tidak memiliki kartu manual/garasi.
2) Beretikat
baik dalam melakukan transaksi pemelian barang.
3) Membayar
sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
4) Mengikuti
upaya penyelesaian hukum sengketa perliduga konsumen secara patut, apabila anda
medapatkan masalah tetang barang/jasa yag anda beli.
C.
KEWAJIBAN
PELAKU USAHA
1)
Memberi informasi yang benar , jelas dan
jujur mengeai kondisi dan jaminan barag/jasa serta meberikan penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan kepada pembeli.
2)
Melayani konsumen secara benar da jujur
tentang barang yang akan dijual.
3)
Manjamin mutu narag/jasa yang diproduksi
maupun yang diperdagangkan berdasarka ketentuan standar mutu narang yang
dijual.
4)
Memberikan konpensasi ganti rugi maupujh
penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
barang/jasa yag dijual.
D.
HAK
PELAKU USAHA
1) Menerima
pemakaian sesuai kesepakatan mengeai kondisi dan nilai tukar barang/jasa yang
dijual.
2) Mendapat
perlindumgan hukum dari tindakan kosumen yang beretikat kurang baik.
3) Melakukan
pembelaan diri sepatutnta apabila meemukan masalah hukumdalam sengketa kosumen.
4) Merehabilitasi
nama nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugia kosume tidak
diakibatkan barang/jasa yang ada jua
4.
PERBUATAN
YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA
Ketentuan
mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 – 17 UU
PK. Ketentuan-ketentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni:
larangan
bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi. Ada 10 larangan bagi pelaku usaha
sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK, yakni pelaku usaha dilarang
memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
1. tidak
memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
2. tidak
sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
3. tidak
sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut
ukuran yang sebenarnya;
4. tidak
sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana
dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
5. tidak
sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau
penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut;
6. tidak
sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau
promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
7. tidak
mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang
paling baik atas barang tertentu;
8. tidak
mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal”
yang dicantumkan dalam label;
9. tidak
memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran,
berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat
sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan
yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;
10. tidak
mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa
Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Tiap
bidang usaha diatur oleh ketentuan tersendiri. Misalnya kegiatan usaha di
bidang makanan dan minuman tunduk pada UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Tak
jarang pula, tiap daerah memiliki pengaturan yang lebih spesifik yang diatur
melalui Peraturan Daerah. Selain tunduk pada ketentuan yang berlaku, pelaku
usaha juga wajib memiliki itikad baik dalam berusaha. Segala janji-janji yang
disampaikan kepada konsumen, baik melalui label, etiket maupun iklan harus
dipenuhi.
Selain
itu, ayat (2) dan (3) juga memberikan larangan sebagai berikut:
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang
yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan
farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar.
UU
PK tidak memberikan keterangan yang jelas mengenai apa itu rusak, cacat, bekas
dan tercemar. Bila kita membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah-istilah
tersebut diartikan sebagai berikut:
Rusak:
sudah tidak sempurna (baik, utuh) lagi.
Cacat:
kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang
sempurna.
Bekas:
sudah pernah dipakai.
Tercemar:
menjadi cemar (rusak, tidak baik lagi)
Ketentuan
terakhir dari pasal ini adalah:
(4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada
ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut
serta wajib menariknya dari peredaran.
5.
TANGGUNG
JAWAB PELAKU USAHA
Pasal
19
(1)
Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran,
dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang
dihasilkan atau diperdagangkan.
(2)
Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau
penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan
kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan yang berlaku.
(3)
Pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal
transaksi.
(4)
Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan
kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai
adanya unsur kesalahan.
(5)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila
pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.
Pasal
20
Pelaku
usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat
yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
6.
S
A N K S I
Bagian
Pertama : Sanksi Administratif
Pasal
60
(1)
Badan penyelesaian sengketa konsumen berwenang menjatuhkan sanksi administrative
terhadap pelaku usaha yang melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20,
Pasal 25 dan Pasal 26.
(2)
Sanksi administratif berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp
200.000.000,00 (duaratus juta rupiah).
(3)
Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur lebih lanjut dalam peraturan perundangundangan.
Bagian
Kedua : Sanksi Pidana
Pasal
61
Penuntutan
pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya.
Pasal
62
(1)
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal
9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf c,huruf e, ayat (2) dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua
milyar rupiah).
(2)
Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11,
Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 14, Pasal 16, dan Pasal 17 ayat (1) huruf d
dan huruf f dipidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3)
Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap
atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku.
Pasal
63
Terhadap
sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan,
berupa:
a.
perampasan barang tertentu;
b.
pengumuman keputusan hakim;
c.
pembayaran ganti rugi;
d.
perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
e.
kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f.
pencabutan izin usaha.
REFERENSI
:
1. http://www.scribd.com/doc/52632225/31/BAB VI
TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
NAMA : LISNA ASWIDA
KELAS : 2 EB 19
NPM :
24210048
Tidak ada komentar:
Posting Komentar